SINARMERDEKA.ID - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI, Rabu 17 Mei 2023, menetapkan Jhonny G Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkoinfo) sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan BTS BAKTI Kominfo periode 2020 sampai dengan 2022.
Jhonny ditetapkan sebagai tersangka keenam dalam kasus tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020 sampai dengan 2022.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, penyidik memeriksa Jhonny sebagai saksi untuk yang ketiga kalinya. Pemeriksaan berlangsung mulai pukul 09.00 WIB.
Baca Juga: Gacor! Manchester City Lumat Real Madrid Hadapi Inter Milan di Laga Fina Liga Champions 2023
Jhonny juga pernah diperiksa pada tanggal 14 Februari dan 15 Maret, dengan kapasitas sebagai saksi.
Pada pemeriksaan yang ketiga kalinya, penyidik meminta klarifikasi evaluasi terhadap hasil-hasil pemeriksaan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI yang menyebut kerugian keuangan negara sebesar Rp8,32 triliun.
"Kerugiannya sekitar Rp8 triliun lebih ya. Jadi ini perlu kami klarifikasi terhadap para saksi-saksi dan para pelaku termasuk para tersangka yang sudah kami kami tetapkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana.
Baca Juga: Thailand Minta Maaf ke Indonesia atas Insiden Kebrutalannya terhadap Pemain dan Official Timnas Indonesia
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini sebelumnya.
Pada Selasa 2 Mei 2023 penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI telah melimpahkan tahap II tersangka beserta barang bukti kepada jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk segera disidangkan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Pelimpahan tahap II ini untuk tiga tersangka, yakni Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika, Galubang Menak (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020.
Baca Juga: PSSI Serahkan Bukti, Resmi Laporkan Kebrutalan Thailand di Final SEA Games 2022 Kamboja ke FIFA
Sedangkan untuk dua tersangka lainnya, yakni Mukti Ali (MA) tersangka dari pihak PT Huwaei Technology Investment dan Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitchmedia Synergy masih dalam proses pemberkasan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan akan terus mencermati dan mengawal kasus dugaan korupsi yang melibatkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate sebagai tersangka.
Dia pun meminta publik menunggu proses hukum dan peradilan berjalan atas kasus hukum tersebut.
Baca Juga: Secara resmi meluncurkan layanan SOS melalui Apple Satellite di Australia dan Selandia Baru
"Jadi, yakinlah dan tunggu saja proses peradilan atas kasus yang dihadapi Pak Plate ini. Sebagai Menkopolhukam, saya akan terus mencermati dan mengawal," kata Mahfud dalam unggahan di akun media sosial Instagram resmi @mohmahfudmd, seperti dikutip di Jakarta, Kamis.
Dalam unggahan yang sama, Mahfud juga menyampaikan Kejaksaan Agung (Kejagung) telah berhati-hati dalam menangani kasus korupsi BAKTI Kominfo, termasuk akhirnya menetapkan Johnny sebagai tersangka.
"Saya tahu bahwa kasus ini sudah diselidiki dan disidik dengan cermat karena selalu beririsan dengan tudingan politisasi. Keliru sedikit saja, bisa dituduh politisasi hukum di tahun politik," tambahnya.
Oleh karena itu, dia yakin Kejagung telah mengantongi dua alat bukti kuat hingga menetapkan Johnny G. Plate sebagai tersangka.
Apabila Kejaksaan menunda penetapan tersangka itu, manakala telah mengantongi dua alat bukti yang kuat, tambahnya, maka itu justru bertentangan dengan hukum.
"Kalau sudah yakin dengan minimal dua alat bukti yang cukup, Kejaksaan tidak akan menjadikan siapa pun sebagai tersangka; tetapi jika sudah ada dua alat bukti yang cukup kuat dan masih ditunda-tunda dengan alasan menjaga kondusivitas politik, maka itu bertentangan dengan hukum. Jika sudah cukup dua alat bukti, (maka) memang sudah seharusnya status hukumnya ditingkatkan," jelas Mahfud.
Artikel Terkait
Inilah 8 Kasus Korupsi Paling Besar Sepanjang 2022 yang Ditangani Kejagung
Segudang Prestasi, Profil Kasi Pidana Khusus Kejari Tanggamus ungkap Perkara Korupsi Eks Ipar Gubernur Jambi
Rp 300 triliun aliran uang 'gelap' mengalir sejak 2009, 460 pegawai pajak terlibat, ini duit korupsi?
Terendus KPK, Bau korupsi kian menyengat ketika 134 pegawai Ditjen Pajak jadi konsultan berbagai perusahaan
Menkopolhukam Mahfud MD uraikan kronologi temuan aliran uang gelap Rp 300 triliun: Bukan korupsi tapi TPPU